Aku pernah bertanya dalam hatiku, apa yang aku cari ketika di hari semua orang memberikan kasih sayang. Sedangkan aku tetap di sini untuk terdiam, bertanya siapa yang akan memberikan aku sebuah coklat ataupun setangkai mawar merah yang artinya aku disayangi. Dan ternyata hingga kini usiaku 20 tahun, tak seorang pun yang memberikan hadiah, namun tahun ini aku mendapatkan sebuah hal yang tak pernah aku pikirkan. Hadiah dari kakekku.
Ia datang menempuh jarak yang cukup jauh dengan sepeda tuanya yang layak untuk dimuseumkan. Bunyi sepeda yang mengiris dengki dan ngilu. Namun ia tetap setia datang untuk memberikan aku sebuah hadiah. Aku membuka pintu utama rumahku ketika ia datang memarkir sepedanya di halaman rumahku. Ia tersenyum menatapku dengan membuka topi tua klasik Cinanya. Usianya yang sudah 70 tahun tampak terlihat dengan rambutnya yang sudah memutih.
“Kakek kok siang-siang gini datang , apa ga kepanasan?”
“Gapapa. Mana mamamu?” Tanya Kakek
“Dia lagi pergi ke rumah tetangga..?”
“Oh.. ya sudah tak apa? Kamu kenapa tidak kuliah?”
“Ya, ampun kakek ini kan hari libur . Hari Minggu. Kakek pikun ya?”
“Ah.. maaf, Kakek lupa. Ini Kakek ada hadiah kecil untuk kamu?
Kakek memberikan aku sebuah hadiah dalam kotak kecil kusam yang berwarna merah. Tampak dekil dan aku menyentuhnya dengan sedikit jijik lalu membukanya tampak sebuah liontin anting berbentuk bunga matahari perak.
“Apa ini.. ?
“Ini hadiah untuk kamu, Cuma ada satu. Satunya lagi ilang. Ini saja baru kakek temukan pas lagi beres-beres gudang, sayang kalau dibuang. Itu hadiah berkesan kakek untuk kamu.?”
“Hah.. mana jaman aku pake ginian..?”
“Hehehe.. ya simpan saja kalau kamu tidak suka?”
“Oh..kakek mau masuk dulu ga?”
“Kakek mau duduk di teras rumah saja. Kamu ambilkan kakek teh hangat saja?”
“Oo.. ya sudah, tunggu ya..!”
Beberapa saat kemudian aku keluar dengan sebuah teh hangat sisa milik ayahku yang sedang pergi bersama ibu. Memberikan teh tersebut di meja teras, menatap wajah kakek yang sedang termenung memandang halaman rumahku yang dipenuhi ikan mas di kolam kecil.
“Kek. Ini air tehnya..!”
“Makasih.. kamu kenapa kok Valentine gini masih di rumah?”
“Hm.. kakek tau Valentine juga ya.. kirain ga ada jamannya!”
“Enak saja. Biar tua gini.. kakek juga pernah muda lah!”
“Oh gitu ya..”
Aku memperhatikan wajahnya yang termenung. Keringat basah yang bercucuran di keningnya terlihat menyatu dengan keriput tua di garis wajahnya. Lalu ia tiba-tiba mengajakku bicara.
“Kamu kenapa tidak punya pacar sampe sekarang?”
“Ga tau , Kek. Nasib jelek kali. Emangnya kenapa?”
“Ga pa pa. Kakek juga pernah berpikir sama kayak kamu kok. Tapi jangan cemas Agnes cucuku. Takdir cinta manusia itu akan selalu ada..!”|
“Lah.. kok bisa ngomong gitu. Kan Agnes ga jelek-jelek amat, Kek. Kenapa masih single ya. Iri deh sama temen temen yang punya pacar di Valentine gini.!!”
“Hehehe.. kakek ada cerita buat kamu. Mau denger..?”
Aku mulai males mendengarkan dongengnya yang selalu kudengar sejak kecil. Namun kesepian dalam rumah juga membosankan. Akhirnya aku terdiam mendengarkan kisahnya saja. Toh tidak ada salahnya.
*****
Di masa lalu.
Martin ( Kakekku) adalah seorang pria pemalu dalam segala hal. Bahkan hingga ia duduk dibangku SMA ia tidak mendapatkan kekasih yang ia inginkan. Namun ia bertaruh dengan seorang rekannya akan membawa seorang wanita di hari Valentine. Ia pun bertekad memamerkan wanita itu pada harinya. Dengan segenap usaha dan waktu yang sempit ia pun mulai mencari-cari. Dari adik kelas yang cantik hingga kakak kelas yang cantik semuanya ia coba cari untuk menjadi pacarnya.
Namun tidak ada satupun yang berhasil membuat hatinya luluh. Wajah Martin tidak jelek-jelek banget untuk menjadi pria jomblo. Ketika ia pulang sekolah dengan sepedanya yang masih ada hingga sekarang ia pake. Bannya kempes karena tertancap paku. Ia pun terpaksa mendorong sepeda itu hingga ke rumah. Di dalam perjalanan. Seorang gadis muda berlari memukul kepalanya dengan keras, gadis itu tampak pucat. Martin kontan marah
“Ngapain sih kamu pake mukul kepala aku. Sakit tau?”
Gadis itu tampak pucat dan tidak bicara. Ia hanya mengerakkan tangan seperti memberikan sandi kepada Martin untuk mengerti maksudnya.
“Apa sih. Ga ngerti ah.. gila ya kamu?”
Gadis itu terus mengerakkan tangannya. Wajahnya seperti meminta pertolongan. Martin mengira gadis itu tidak waras. Lalu pergi ketakutan. Tapi gadis itu tidak menyerah begitu saja, ia pun menarik lengan baju Martin. Martin pun semakin marah.
“Eh orang cacat ngapain sih ganggu aku. Ngomong aja ga bisa. Uda sana pergi”
Gadis itu terdiam. Ia menangis. Dan Martin menjadi tak enak hati berkata kasar. Lalu berkata
“Emang ada apa sih?” tanya Martin
Gadis itu menarik tangan Martin untuk mengikutinya. Memasuki sebuah tepi hutan kosong. Ketika mereka tiba. Terlihat seekor anak burung terjatuh dari kandangnya yang terdapat di atas rumah pohon belimbing. Martin mengerti maksud gadis itu, ia hendak meminta tolong mengembalikan burung kecil itu di atas pohon. Ia hanya berpikir mengapa gadis itu harus peduli terhadap burung kecil yang tak ada artinya tersebut. Untungnya bayi burung kecil itu tidak terluka. Ia selamat ke kandangnya , gadis itu tampak senang. Wajahnya yang sedih kemudian berseri seri.
“Uda kan. Sana pulang..?” ujar Martin
Martin pun meninggalkan gadis itu begitu saja. Namun gadis itu menempuk badannya dari belakang.
“Kenapa lagi?”
Gadis itu mengambil sebuah tangkai pohon kecil menuliskan sesuatu di tanah liat. Lalu Martin membacanya.
“Maaf aku bisu, aku tulis disini saja. Nama aku sapa?”
“.. oh nama aku Martin, kamu?” jawab Martin mengapa gadis ini dari tadi berkelakuan aneh,
“Angel…” tulisan itu berkata
“Oh.. Angel ”
Gadis itu kemudian menuliskan tulisan kembali
“Terima kasih. salam kenal”
“Ok. Sama sama.. aku pulang dulu ya. Kamu pulang sana.. “
Martin berjalan meninggalkan Angel. Namun Angel terus mengikuti pria itu. ia menjadi risih namun tidak berusaha peduli. Ia terus menuntun sepedanya dan gadis itu terus mengikutinya, ia semakin emosi.
“Ngapain sih kamu, ikutin aku terus?”
Gadis itu terdiam kemudian menunjuk rumah di sampingnya. Martin yang tampak marah ikut terdiam memperhatikan rumah di pinggir jalan yang cukup besar.
“Itu rumah kamu?” tanya Martin dan Angel mengangguk tanda ya.
“Oh.. sorry kirain kamu ikutin aku terus. Kalau gitu pulang sana. Aku mau pulang juga!”
Martin memastikan gadis itu telah masuk ke rumahnya, hatinya tenang. Ia berpikir gadis itu cantik namun sayang ia bisu. Andai saja ia tidak bisu ia akan terlihat sempurna. Ketika beberapa meter berjalan. Gadis itu kemudian kembali berlari mendekatinya. Nyaris saja Martin naik pitam namun ketika gadis itu muncul dengan alat pompa ia mulai mengerti kebaikan gadis itu. Martin menatapnya gadis itu yang baik hati. Kemudian mereka berpisah.
Keesokan harinya.
Martin sedikit emosi ketika sahabatnya Hendra tak henti-henti mengejek dia tidak laku. Hari Valentine semakin dekat. Namun ia belum saja mendapatkan gadis impian. Akhirnya ia pun memutuskan bolos dari pelajaran selanjutnya. Ia menarik sepedanya kabur dari sekolah dengan ejekan teman-temannya. Ia mengayuh arah sepedanya tampak arah. Kemudian hujan turun. Ia terhenti di sebuah pohon kecil untuk berteduh dari hujan besar tersebut.
“Sialan Hendra , pake ngeledekin gua. Dia ga tau aja cewek impian gua kayak apa. Emangnya gua murahan kayak dia semua juga diembat! Bikin keki aja!”
Ketika ia mengeluh. Hujan tak semakin mengecil namun semakin besar. Tiba tiba muncul Angel gadis bisu yang ia jumpai dengan sebuah payung berjalan melihatnya. Gadis itu kemudian menyapanya dengan tepukan tangan. Martin yang sedang melamun sedikit kaget ketika melihat Angel.
“Ngapain kamu ujan-ujan keluyuran?”
Kali ini gadis itu tidak lagi terdiam , ia mengambil tas yang berisi buku kecil kemudian menuliskannya.
“Habis pergi lihat burung kemarin. Ingat?”
“Oh. Inget , ngapain dilihatin terus. Emang itu burung kamu?”
“Bukan. Itu burung tak dikenal. Kasian takut jatuh lagi. Dan ternyata tidak. Kamu keujannya ya?” tulisnya
“Ya, iyalah emang kalau disini berdiri ngapain?”
“Tunggu ya.. aku pulang ambil payung buat kamu?”
“Hah, ga usah.. repotin aja..”
Angel tersenyum kemudian berlari bersama payungnya menembus hujan lebat. Mungkin ia tidak mendengarkan suara larangan Martin karena hujan besar membisingkan suasana. Beberapa saat kemudian gadis itu kembali dengan pakaian yang basah walau mengunakan payung. Ia tersenyum sambil memberikan payung itu pada Angel.
“Idih. kamu ngeyel amet sih. Uda bilang jangan! Liat deh kamu jadi basah kuyup gitu”
“Ga pa pa.. aku uda biasa. Ini payung pake ya.. aku mesti pulang dulu!”
“Terus aku balikin payung ini gimana?”
“Kamu masih inget kan rumahku. Ntar kalau sempat kembalikan, kalau tidak sempat ya sudah buat kamu saja!”
“Oh.. ya udah!”
Martin melihat gadis itu berlari menghilang diantara hujan. Ternyata Angel berlari di sebuah tempat orang lain berteduh. Ia melihat seorang ibu yang terdiam menunggu hujan dengan payung yang ia tidak pakai. Kemudian memberikan payung itu pada ibu tersebut, ia berhenti dijalan tadi sebelumnya ia berkata pada ibu itu untuk meminjam payungnya sesaat karena tidak mungkin ia pulang ke rumah mengambil payung. Lalu payung yang ia gunakan sekarang ia berikan kepada ibu itu. Payung miliknya kini dipakai oleh Martin
***
Martin menuju rumah gadis itu untuk mengembalikan payung yang ia pinjam hujan lusa lalu. Ia tiba ke rumah yang cukup besar. Namun tampak sepi, ia mengetuk pintu dan kemudian muncul Angel menyambutnya. Tampak basa-basi Martin mengembalikan payung tersebut. Ia menatap wajah Angel yang cukup cantik dari kepala hingga kakinya. Dan mulai berpikir.
“Mungkin kalau Angel aku bawa ke Valentine nanti. Mereka bakal kaget ya. Cantik. Tapi dia kan bisu. Gimana ntar jadi ejekan lagi! “
Ia pun melewatkan angan-angan itu. Dan pergi menuju sekolahnya. Angel menatap pria itu dengan tersenyum. Melambai-lambaikan tangannya terlihat girang memberikan salam perpisahan. Di sekolah, kembali terjadi perdebatan dengan Hendra
“Tin, Valentine itu besok. Mana cewek kamu?” ledek Hendra dan Albert terdiam sambil berpura pura menulis
“Udalah Tin. Kita tau kok. Kamu homo hahaha” seluruh kelas tertawa dan Martin mulai tidak tahan
“Gua bukan homo. Gua ada pacar. Namanya Angel !!”
Seluruh isi kelas yang bising menjadi sunyi mendengar ucapan Martin. Hendra tidak percaya begitu saja.
“Oh.. kalau gitu besok buktikan. Tapi kalau sampe dia ga ada atau kamu cuma bohong. Kamu kita anggap homo, semua orang uda pikir gitu juga. Ok!!”
“Ok!!”
Martin terlanjur mengeluarkan janji yang tidak bisa ia pungkirin. Sepanjang perjalanan ia mulai berpikir kesalahan fatal yang ia katakan. Namun tidak ada jalan lain selain menjalankan semuanya dengan terpaksa. Ia pun pergi menuju rumah Angel. Angel menyambutnya dengan gembira. Lalu terlihat kaget mendengarkan ajakan Valentine dari Martin.
“Mau ga kamu besok ikut Valentine Day di sekolahku?”
“Emang boleh?” tulis Angel.
“Boleh.. tapi janji satu hal ya! Sama aku!”
“Apa?”
“Maaf sebelumnya. Jangan pernah tunjukin ke semua orang kalau kamu itu bisu?”
Wajah Angel seketika terlihat murung,walau tersinggung ia pun bersedia menyanggupinya. Martin pun mengatur semuanya. Mulai dari semua pembicaraan yang tidak boleh menunjukkan ia adalah seorang bisu. Hingga penjemputan dan apapun yang dapat membuatnya tidak malu karena membawa Angel ke sekolahnya. Hari itu pun ditunggu.
Keesokan harinya.
Martin terpaku ketika menjemput Angel dengan sepedanya. Gadis itu terlihat cantik dengan gaun putihnya. Ia pun membawanya ke sekolah. Di sekolah telah terlihat semua murid yang membawa pasangan masing-masing. Ketika Martin dan Angel tiba. Semua mata terpaku tak percaya. Mengapa Martin bisa membawa seorang gadis cantik. Termasuk Hendra. Lawan taruhannya.
“Ini Angel. Pasangan gua!” kenal Martin pada Hendra yang juga langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Kemudian keduanya meninggalkan Hendra dengan perasaan malu karena harus mengakui kehebatan Martin. Pesta berakhir sukses dengan kemenangan Martin. Kemudian Martin dan Angel dapat pulang dengan senyuman besar. Dalam perjalanan, Angel menepuk pundak Martin dari sepedanya.
“Kenapa?”
“Mau anterin aku ke rumah pohon burung itu ga?” tulis Angel
Martin pun melaju sepedanya ke rumah pohon tersebut. Ketika mereka tiba.Angel menangis histeris. Ini pertama kalinya Martin mendengar suara pertama dari gadis itu. Ia menangis karena burung kecil itu terjatuh lagi dan kali ini terluka cukup parah hingga kakinya mengalami luka. Martin dan Angel tidak dapat berbuat apa apa selain membawa burung itu ke rumah Angel. Setelah mengobati lukanya . burung itu dirawat di rumah Angel.
“Kamu kenapa begitu peduli sama burung kecil ini”
“Karena burung ini hidup di kandang yang dibuat oleh Kakek untuk aku sebelum meninggal?” tulis Angel.
“Oh..”
Lalu Angel pun bercerita bahwa ia memang datang ke kampung Kakeknya untuk mengambil barang-barang yang hendak dipindahkan dari rumah kakeknya, jadi ia hanya menikmati liburan di sini. Hingga ayah dan ibunya datang menjemputnya.
“Jadi kamu akan pergi dong?” tanya Martin
“Iya.. kapan-kapan kamu datang ya ke daerah aku di Jawa?”
“Hm. Kalau ada waktu datang dong. Kan rumah ini tetap perlu dijaga.”
“Iya pasti kok.. lagian aku masih lama disini.. tenang aja!”
Martin pun semakin dekat dengan gadis itu. Setiap hari mereka selalu merawat burung itu bersama. Hubungan yang semakin dekat dari hari ke hari. Hingga Hendra memergoki Martin bersama gadis itu dan menyadari gadis itu cacat. Ia mulai berambisi membuat malu Martin di seluruh kelasnya.
Ketika Martin pergi ke sekolah dan semua memandangnya lucu. Ia tak mengerti apa yang mereka tertawakan hingga ketika ia tiba di kelasnya. Muncul tulisan.
“PACAR MARTIN ITU CACAT ALIAS BISU. KASIAN DEH”
Martin spontan marah. Dan menghapus tulisan itu, namun semua orang mulai tau. Dan ia pun menjadi malu karenanya. Hendra datang menghampirinya
” Ternyata levermu ama gadis cacat ya hahahaha”
Mendengar ejekan itu . Martin marah dan menghajar Hendra, mereka terlibat perkelahian dan dihukum oleh guru mereka.
Martin yang telah malu, menjadi bodoh sehingga ia mulai berpikir untuk memperbaiki nama baiknya dengan memacari seorang adik kelas yang ia tidak cintai. Mereka pun jadian.
Sementara itu Hendra mengunakan kesempatan ini untuk bertemu dengan Angel. Ia pun membongkar semua tujuan Martin kepada Angel.
“Jadi dia deketin kamu cuma buat bikin aku malu karena dia keliatan laku, punya pacar. Padahal dia cuma manfaatin kamu. Mana mau dia sama kamu. Cacat. Bisu gitu” kata Hendra
Angel berlari menangis mendengarkan kata kata itu. Ia mulai curiga ketika melihat Martin menghilang sejak beberapa hari lalu tanpa pernah menemuinya. Ia tiba di rumahnya penuh air mata. Hatinya terluka. Sedangkan Martin tidak pernah tau jika rahasia tujuannya kepada Angel telah dibongkar oleh Hendra. Ia memang tak pernah mengunjungi Angel untuk beberapa hari karena kekasih barunya selalu ingin ditemanin setiap saat.
***
Angel merawat burung kecil itu hingga kembali normal. Ia pun berpikir untuk mengembalikan burung itu ke rumah kecilnya. Ketika ia mencoba memanjat ke rumah pohon itu ia terjatuh. Martin tiba tiba muncul dan menolongnya. Namun Angel mendorong tubuhnya dengan wajah marah. Martin menjadi bingung.
“Kok kamu marah, kenapa?”
Angel tidak berkata apapun. Ia pergi begitu saja meninggalkan Martin Tanpa sadar ketika terjatuh. Liontin anting yang Angel kenakan terjatuh satu di lantai. Martin mengambilnya lalu mengejar gadis itu yang sedang berjalan dengan kaki kesakitan. Martin berusaha memanggil Angel. Namun ia tidak mengerti mengapa gadis itu marah padanya. Ia pun menghentikan langkah gadis tersebut. Angel mengeluarkan sebuah tulisan.
“Aku memang cacat. Tapi aku ga bodoh. Aku bukan mainan yang bisa kamu gunakan buat acara Valentine kamu sebagai wanita pajangan! Terlebih buat taruhan kamu sama temen kamu!!”
Martin sontak kaget ketika rahasia yang ia simpan rapat. Ia melihat Angel menangis dan hatinya merasa tak enak. Lalu membiarkan gadis itu pergi. Ketika gadis itu semakin menjauh ia menyadari kesalahanya. Lalu berteriak
“Angel Maaf, Maaf !”
Angel terhenti , namun hatinya terlanjur sakit. Ia pun meninggalkan pria itu seorang diri. Martin menatap liontin anting di tangannya. Ia merasa tidak pantas untuk bicara dengannya. Kemudian kembali ke rumah pohon kecil burung tersebut. Ia pun ingin menembus kesalahannya terhadap Angel. Rumah pohon itu tampak rusak karena dibangun seadanya. Ia pun ingin memberikan hadian kepada Angel dengan membuat rumah baru untuk burung-burung yang akan hidup di sana.
Martin pun menjadi sibuk setiap harinya. Dengan penuh perjuangan ia membangun rumah tersebut. Dan berhasil dengan sempurna tiga hari kemudian. Rumah burung di atas pohon itu menjadi indah dan rapi. Ia pun segera menuju rumah Angel. Angel sesungguhnya selalu memperhatikan apa yang dilakukan Martin setiap harinya. Ia menyadari laki laki itu tidak seburuk yang ia pikir. Namun ia sadar kepergiannya sesaat lagi akan tiba. Ia pun sadar dirinya yang cacat dan bisu hanya menjadi celahan Hendra bila bersama Martin.
Ia pun meminta pembantunya untuk bilang kepada Martin kalau ia telah kembali ke kampung halamannya. Martin tampak shock mendengarkan kepergian gadis itu begitu cepat. Ia termenung bersalah, kemudian memberikan liontin anting yang dijatuhkan Angel kepada pembantunya agar diberikan kelak bila bertemu kembali. Dengan air mata yang jatuh membasahi pipi. Angel pun menatap kepergian Martin penuh duka. Martin pun kembali ke rumah dengan perasaaan sedih.
Beberapa hari kemudian Jepang datang menginvasi Indonesia. Daerah tempat tinggal Martin menjadi salah satu konflik. Ia pun harus segera mengungsi bersama orang tuanya. Sebelum ia pergi ia sempatkan untuk melihat rumah burung kecil di atas pohon. Tampak burung kecil itu menjadi dewasa dan hendak terbang. Dan ia menemukan sesuatu di rumah tersebut.
Sebuah liontin anting yang ia titipkan kepada sang pembantu dan sebuah surat kecil tulisan Angel di kertas.
“Terima kasih atas rumah kecil ini. Kelak mungkin kita tidak akan pernah sadar kita adalah sebuah takdir. Simpanlah satu liotin ini sebagai kenangan terakhir yang bisa kuberikan kepadamu. Jika kita berumur panjang kita akan bertemu, jika tidak biarkan kehidupan lain menanti kita. Satu di hatiku. Satu di hatimu untuk selamanya”
Martim menangis dengan berat hati ia menyimpan liontin tersebut. Dan ia pun mengungsi untuk selamat dari perperangan. Angel pun menghilang dengan selamanya. Sejak saat itu mereka tidak pernah bertemu. Setelah perang usai. Martin pergi ke Belanda untuk kuliah dan kembali dengan menikahi seorang wanita yang akhirnya menjadi nenek Agnes. Ia tak pernah menyadari liontin itu tersimpan dan masih ada hingga ia membersihan isi gudangnya.
*****
Kembali ke masa kini.
Agnes tanpa terasa menitikkan air mata ketika mendengarkan kisah kakeknya. Tidak seperti biasa ia selalu mengantuk ataupun beralasan untuk tidak pernah niat untuk mendengar. Kali ini kisah tersebut telah meruntuhkan sanubarinya untuk mendengar kisah tragis cinta tersebut. Hanya satu pertanyaan yang bisa ia berikan kepada sang kakek.
“Kakek apa yang akan kakek lakukan bila bisa bertemu Angel lagi”
“Itu tidak mungkin.. dia mungkin telah meninggal usia kakek sudah 70an sekarang, ketika dulu ia lebih tua 3 tahun dari kakek. Mungkin telah meninggal. “
“Ya.. jawab dong kalau andai saja!”
“Ok. Kakek mau bilang satu hal sama dia. Kisah Valentine antara kakek dengan dia adalah kisah terakhir yang paling indah dalam hidup kakek. Karena itulah Valentine pertama kakek”
Angel memeluk kakeknya. ia begitu terharu terhadap kisah cinta sang kakek.
***
Beberapa tahun kemudian Agnes mendapatkan seorang laki laki yang ia cintai dan akhirnya menikah. Dalam sebuah undangan yang tak terduga, datang seorang wanita tua dengan sebuah tongkat di tangannya bersama sang cucu. Nenek itu mengenakan kalung yang tak asing bagi Agnes. Nenek itu memberikan ucapan selamat. Agnes hanya memandang nenek itu seperti asing namun tidak pada kalung ya ia gunakan.
Kakek yang duduk di kursi paling ujung. Mendapatkan giliran untuk bersalaman. Kakek melihat dengan jelas liontin yang nenek itu pake. Air matanya terhanyut begitu saja. Sang nenek bertanya kepada cucu itu melalui cucunya yang mengerti bahasa isyarat tangan dari sang nenek.
“Kakek, nenek saya ingin berkata sesuatu pada kakek “
“Apa nak?”
“Kakek sudah tua tak perlu malu menangis di hadapan anak anak muda hehehe” ledek nenek itu
“Siapa nama nenekmu?”
“ANGEL..”
Tamat
pengarang : agnes davonar
suber kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar